KUTAI TIMUR, kaltimonline.com – Beberapa waktu lalu Badan Perencanan Pembangunan Nasional (Bapenas) mulai menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah Jangka Panjang (RKPDJP) ke 2 beberapa waktu lalu di Samarinda.
Dalam rancangan tersebut, tidak menyertakan sektor pertambangan, sebagai sektor unggulan dalam meningkatkan fiskal daerah. Sebagai daerah penghasil batu bara terbesar di Indonesia, APBD Kutai Timur (Kutim) hingga saat ini masih sangat tergantung dari sektor pertambangan. Ada sekitar 80 persen APBD Kutim berasal dari royalti sektor pertambangan batu bara dan migas. Bappenas menyebutkan ada tujuh sektor yang menjadi fondasi bagi Kutim dalam meningkatkan fiskal daerah yakni sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan dan perikanan, kehutanan dan pariwisata.
“Sektor pertambangan tidak lagi disebutkan. Ini menjadi tantangan yang harus disiapkan sejak dini,” ujar Bupati Drs H Ardiansyah Sulaiman MS.i saat dikonfirmasi dihari yang berbeda Minggu (3/12/2023).
Bupati Ardiansyah mengatakan, Kutim saat ini menjadi “super hub” atas keberadaan IKN Nusantara di Kaltim. Artinya bukan hanya menjadi daerah penyangga, namun daerah utama yang ikut menopang perekonomian IKN Nusantara. Menurut Ardiansyah, kuncinya adalah hilirisasi. Tidak ada lagi ekspor “raw material” atau bahan mentah. Tetapi harus ada turunan dari bahan utama itu. Seperti industri sawit dan turunannya, industri kelautan dan perikanan, peternakan serta pengembangan, hingga pariwisata.
“Jadi saya menawarkan kepada kalangan pengusaha untuk berinvestasi dalam bidang -bidang tersebut,” ajak Ardiansyah.
Tahun 2030 mendatang Pemerintah Pusat akan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil dan secara bertahap beralih ke bahan bakar energi hijau atau bio diesel yang lebih ramah lingkungan. Peluang dan potensi dari sektor perkebunan dan pertanian ini sangat besar. Contohnya seperti kebutuhan gula kristal dari produk nenas yang sangat diminati masyarakat Polandia bahan bakunya ada di Kecamatan Batu Ampar.(adv/diskominfo staper kutim).